Langsung ke konten utama

Mengenal Tokoh - K.H. Ahmad Rifa’i Arif

K.H. Ahmad Rifa'i Arif adalah seorang kiai perintis dan pendiri Podok Pesantren Daar el-Qolam, Pondok Pesantren La Tansa, Pondok Pesantren Sakinah La Lahwa, serta Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi, Sekolah Tinggi Agama Islam, dan Akademi Kebidanan La Tansa Mashiro. Ahmad Rifa’i Arief adalah putra sulung H. Qasad Mansyur bin Markai Mansyur dan Hj. Hindun Masthufah binti Rubama. Ayahnya merupakan seorang guru agama di Madrasah Ibtidaiyah Masyariqul Anwar, yang terletak di kampung Pasir Gintung, Balaraja (sekarang Jayanti), Tangerang. Oleh sebab itu, Ahmad Rifa’i Arief dibesarkan dalam lingkungan yang taat dan sarat dengan nilai-nilai agama.

Setelah tamat dari Madrasah Masyariqul Anwar pada tahun 1958, ayahnya menghendaki Rifa’i belajar pada institusi pendidikan Islam yang bercorak modern. Di Banten, sebenarnya banyak berdiri pondok-pondok pesantren, tetapi pondok-pondok tersebut menganut sistem pondok pesantren tradisional (salafi). Oleh sebab itu, Qasad Mansyur memilih Pondok Modern Darussalam, Ponorogo, Jawa Timur, salah satu pondok modern yang terkenal sebagai tempat belajar Rifa’i. Di Gontor, Rifa'i dipandang sebagai murid yang pandai dan cerdas. Sifat-sifatnya itulah yang mengantarkannya menjadi ketua organisasi pelajar pondok pesantren Gontor yang saat itu masih bernama PII (Pelajaran Islam Indonesia) cabang Gontor pada tahun 1965-1966.
Selama tujuh tahun menjadi santri di Gontor (dari tahun 1958 hingga 1965), Rifa'i dilantik oleh kiainya menjadi seorang guru (ustaz). Selain mengajar para santri, Rifa'i juga dilantik menjadi sekretaris K.H. Imam Zarkasyi Tugas. Sebagai sekretaris kiai, Rifa’i menjadwalkan kegiatan pimpinan, membuat konsep-konsep kebijakan pondok, menyunting bahan-bahan ceramah pimpinan, dan lain sebagainya. Namun dari pekerjaan itulah yang justru menambah wawasan dan pengalaman Rifa'i dan karenanya ia semakin mendapat kepercayaan dari kiainya.

Cikal Bakal Pesantren Gintung Hingga Universitas La Tansa Mashiro
Pada hari Jumat, 19 Desember 1967, Qasad Mansyur bersama beberapa tokoh masyarakat kampung Gintung yang juga merupakan guru madrasah Masyariqul Anwar, seperti Ahmad Syanwani, Sukarta, Johar, dan juga Rifa'i membincangkan rencana pendirian pondok pesantren. Mereka membahas sistem dan metode pembelajaran dan pengajarannya kelak setelah didirikan. Dalam pertemuan itu, disepakati bahwa Pondok Pesantren Gontor dijadikan sebagai contoh dan model lembaga pendidikan yang akan didirikan itu. Institusi pendidikan tersebut menggunakan sistem madrasi dengan nama Madrasah al-Mua`llimîn al-Islamiyah (MMI), yang digabungkan dengan sistem pondok pesantren yang diberi nama Dâr al-Qalam. Adapun tempat belajar mereka ialah bekas dapur neneknya, Hj. Pengki, yang telah direnovasi.

Sistem yang diterapkan di pondok pesantren Daar el-Qolam yang baru saja didirikan oleh beliau mengundang reaksi negatif dari masyarakat di kampungnya. Mereka menentang sistem yang dibuat Rifa'i. Mewajibkan santri-santrinya berbahasa Indonesia dan meninggalkan bahasa Sunda, dipandang sebagai mimpi memindahkan Jakarta ke kampung Gintung. Adapun bahasa Arab, menurut mereka, adalah mimpi yang tidak akan terwujud karena hendak memindahkan Makkah ke Indonesia. Saat pengajaran bahasa Inggris dilakukan di pesantren, berbagai cercaan datang lebih keras lagi, yaitu ejekan “mengikuti bahasa orang kafir”.

Kesungguhan dan kesabaran Rifa'i dalam mendidik mulai menampakkan hasilnya. Pada akhir tahun 1970-an semakin ramai santri yang datang dari berbagai tempat, tidak hanya masyarakat Gintung dan sekitarnya tetapi juga dari Jakarta, Bandung, Karawang, dan Bekasi, meski memang kebanyakan berasal dari daerah Banten seperti Pandeglang, Serang, Rangkasbitung, dan Cilegon. Pada tahun 1989, beliau mulai melakukan ekspansi pondoknya. Ia membuka sebuah tempat di pedalaman Banten sebelah selatan, seiring perkembangan santrinya yang berdatangan dari pelbagai wilayah di Indonesia, dan tidak sebatas pulau Jawa tetapi juga dari Sumatera seperti Lampung, Palembang, Jambi, Bengkulu, Medan, dan Nanggro Aceh Darussalam (NAD). Selain itu, ada juga santrinya yang berasal dari Malaysia dan Thailand.

Pondok Pesantren La Tansa terlahir sebagai manisfestasi kebutuhan umat akan pola dan sistem pendidikan yang sesuai dengan kondisi kekinian. Yaitu sebuah kondisi di mana hajat akan terciptanya sebuah generasi yang tidak hanya mengejar nilai-nilai duniawi, tetapi juga tidak menghilangkan nilai-nilai ukhrawi yang tertanam dalam kehidupan sehari-hari.

Pada tahun 1995, Rifa'i kembali mengagas berdirinya sebuah pondok pesantren dengan nuansa wisata. Dipilihnya tempat yang indah di tepi pantai. Di tempat itu ia mendirikan vila dan resort yang cukup mewah. Tujuannya adalah pondok itu tidak hanya sebagai tempat untuk menikmati keindahan alam, tetapi juga untuk tafakur dan tadabur kepada keagungan Allah. Oleh sebab itu, di samping menikmati keindahan alam, pondok itu juga mengajarkan pengetahuan keislaman, memantapkan akidah, dan mengisi emosional dan spiritual. Maka pondok itu diberinya nama Pondok Pesantren La Lahwa, yang maksudnya “jangan lalai dengan dunia”.

Kepeduliannya terhadap dunia pendidikan tidak berhenti sampai di situ. Pada akhir tahun 1993, Rifa'i mulai mengagas berdirinya pendidikan tinggi sebagai pusat ilmu dan pengabdian kepada masyarakat. Maka ia mendirikan berbagai sekolah tinggi seperti Sekolah Tinggi La Tansa Mashiro, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi, Sekolah Tinggi Agama Islam, Akademi Kebidanan, Program Magister Manajemen, sampai menuju Universitas La Tansa Mashiro.

Hingga wafatnya pada 15 Juni 1997, semangat dan impian Kiai Ahmad Rifa'i Arif tetap berkobar. Dengan kecerdasan dan inovasinya yang berharga, beliau telah menjadi motor perubahan bagi dunia pesantren, khususnya di Banten. Kiai Rifa’i dan para santri di pesantren biasanya lebih mementingkan ilmu (belajar) dibandingkan dengan ijazah. Namun beliau memiliki kesadaran untuk memberikan ilmu sekaligus ijazah bagi para santrinya. Demikian dikatakan Prof. Dr. Komaruddin Hidayat saat bedah buku berjudul K.H. Ahmad Rifa’i Arif; Kiprah Kiai Entrepreneur karya Soleh Rosyad, maupun yang digambarkan Muhamad Wahyuni Nafis dalam bukunya Pesantren Daar el-Qolam Menjawab Tantangan Zaman.

Dengan konsep yang telah digagas oleh K.H. Ahmad Rifa’i Arif, kiranya tidak berlebihan jika saat ini kita banyak menggantungkan harapan, bahwa pesantren adalah problem solver bagi menyembuhkan penyakit bangsa yang akut. Dengan mengusung nilai-nilai salafiyah dan modernitas secara berbarengan, pesantren mampu menghidupkan fungsi sebagai lembaga pendidikan yang melakukan transfer ilmu-ilmu agama (tafaqquh fi al-din) dan nilai-nilai Islam (Islamic values); pesantren sebagai lembaga keagamaan yang melakukan kontrol sosial; dan pesantren sebagai lembaga keagamaan yang melakukan rekayasa sosial (social engineering) atau perkembangan masyarakat (community development).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pertanyaan untuk Wawancara Kurikulum 2013

Kali ini saya mem posting  salah satu tugas dari Mata Kuliah Kurikulum dan Pembelajaran. Tugasnya yaitu membuat pertanyaan sebanyak - banyaknya yang kemudian akan di jadikan Kisii - Kissi dalam bentuk tabel,   sebagai patokan dalam wawancara. Sehingga dapat memudahkan kita dalam membawa alur pembicaraan pada saat wawancara nanti. Dan disini saya mendapatkan 40 butir pertanyaan sebagai bekal untuk wawancara. Selamat berproses :). NO.ABSEN :PGSD 3/C-17 NAMA :AMALINAKHAIRUNNISA NIM :2227132065 NO.HP :087808724495 MATA KULIAH :KURIKULUM & PEMBELAJARAN PERTANYAAN- PERTANYAAN WAWANCARA 1. Apakah Kurikulum 2013 itu? 2. Apa tujuan di bentuknya Kurikulum 2013? 3. Apa perbedaan K-13 dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)? 4. Mengapa berbagai pihak menolak adanya K-13? 5. Mengapa Kurikulum diubah? 6. Apa kekurangan dari K-13? 7. Apa kelebihan dari K-13? 8. Jika K-13 berbasis tema, lalu ada mata pelajaran apa saja di SD? 9. Bagaimana proses pembelajaran

Hasil Wawancara tentang Kurikulum 2013

Berikut hasil wawancara yang saya lakukan dengan teman biacara dan diskusi seorang guru yang berpengala man dalam mengajar dengan kurikulum 2013. IDENTITAS WAWANCARA Nama                                       : Evi Ridawati, S. Pd, M. M NIP                                          : 1964041419084102010 Tempat, Tanggal, Lahir           : Serang, 14 April 1964 Alamat                                     : Jln. Resik II No. 56 RT 006/004 Kramatwatu, Serang 42161, Serang, Banten Jabatan                                     : Guru Kelas Tempat Mengajar                    : SDN Kramatwatu 3 Facebook                                 : Ratih Bahar/ Evi Bahar HASIL WAWANCARA Narasumber               : Evi Ridawati, S. Pd, M. M Jabatan                       : Guru Kelas Hari, Tgl                     : Minggu, 14 Desember 2014 1.       Apakah Kurikulum 2013 itu? Jawab: “kurikulum yang berbasis tema di materi pembelajarannya, yang mengutamakan pendidikan

Asal Usul Kramatwatu

Nama kramatwatu adalah sebuah kecamatan di kabupaten Serang. Untuk mengetahui asal usul daerah dimana saya tinggal tidak cukup jika hanya browsing melalui internet saja, tetapi disini saya mencari sumber dari warga setempat. Hal ini disebabkan oleh minimnya postingan mengenai asal usul kramatwatu. Jika dilihat dari beberapa objek yang ada di kec. Kramatwatu seperti Tasikardi dan gunung pinang, mungkin bisa kita tarik kesimpulan dari kisah adanya gunung pinang di kec. Kramatwatu ini. Singkat cerita ada seorang anak yang durhaka pada ibunya, kemudian perahu yang digunakannya terbalik dan akhirnya menjadi gunung pinang. Jika di Sumatra ada kisah malin kundang yang menjadi batu, di Bandung ada tangkuban parahu, maka di kramatwatu ada pula cerita gunung pinang yang menurut saya kolaborasi  dari kisah Malin kundang dengan tangkuban parahu. Tangkuban parahu merupakan nama objek wisata yang dimana berada didaerah Bandung dan menggunakan bahasa sunda sehingga daerah dimana saya tinggal m